Apa betul Marmitu atau minum tuak merupakan tradisi orang Batak ?
Ya, betul tradisi marmitu atau minum tuak aren sudah tradisi sebagian besar orang Batak bahkan beberapa di daerah yang ada di tanah Batak merupakan petani tuak aren.
Pengelolaan tuak aren sangat sederhana yaitu petani tuak cukup hanya mengelola di batangnya saja dengan cara menyadap mayang pohon aren dan menghasilkan nira yang dicampur dengan raru sejenis kulit pohon dari hutan.
Pertama petani tuak mengerjakan mayang tuak dengan sabar dan penuh ketelitian, setelah mayang tuak aren sudah keluar dan sudah mulai mengeras maka proses pengerjaan akan dilakukan dengan membersihkan sekeliling mayang. Kemudian, proses pemukulan dan penggoyangan dilakukan 2 kali sehari yaitu pagi hari dan sore hari sampai bunga mayang tuak aren pecah.
Setelah itu, proses selanjutnya dilakukan proses pemotongan mayang aren dengan pisau khusus yang telah dirancang untuk menyadap tuak aren.
Kemudian, tuak aren siap ditampung dan dikelola secara alami dan penyadapan dilakukan 2 kali sehari yaitu pagi hari dan sore hari dan tentu hal ini dilakukan secara rutin.
Setelah itu, tuak siap disajikan di warung - warung tuak yang ada di daerah -daerah tertentu dan tradisi marmitu ini biasanya dilakukan mulai sore hari sampai malam. Dalam melakukan minum tuak para parmitu bercerita dan bernyanyi bersama untuk melepas lelah yang telah berkegiatan seharian.
Tuak, juga bisa melepas stres dan menghilangkan beban pikiran dengan bergembira sesama parmitu. Di tempat parmituan semua beban pikiran hilang dengan menikmati rasa khas tuak.
Hampir semua kalangan orang Batak menyukai tuak mulai dari pejabat, petani, pengusaha dan propesi lainya.
Di kabupaten Samosir sebagian besar masyarakat merupakan petani tuak dan merupakan salah satu penghasilan utama untuk memperoleh pundi-pundi rupiah.


Posting Komentar